Home

Sejarah

Agenda

Risalah

Organisasi

AD-ART

Kegiatan

Gallery

Link

         

 

TELADAN ROSULULLOH

KEUTAMAAN SHAHABAT

MATERI CERAMAH UMUM

PROFIL TOKOH

SEPENGGAL KISAH


IKISAH ROSULULLOH

MEMULIAKAN TAMU

Suatu hari Rasulullah kedatangan seorang tamu dirumahnya. Dari penampilan tamu itu bisa langsung ditebak, bahwa ia orang yang sangat miskin. Waktu itu Rasulullah sedang bercakap - cakap dengan tamunya.

"Saya sedang dalam kesempitan, ya Rasulullah. Tak ada sesuatupun yang aku punyai," jelas tamu itu ketika ia dipersilahkan masuk kedalam rumah oleh Rasulullah. Begitu tamu itu duduk, Rasulullah langsung beranjak kebelakang menemui istrinya. Kepada istrinya dikatakannya bahwa ada tamu yang dalam kesusahan datang, "Kita sendiri tidak mempunyai apa - apa yang bisa kita berikan, yang ada hanya air putih saja."

Mendengar penjelasan istrinya itu, Rasulullah sedikit kecewa karena ia tak berkesempatan menjamu tamunya yang sedang dalam kesulitan. Rasulullah balik keruang tamu menemui para sahabatnya. "Siapa diantara kalian yang bersedia menjamu tamu malam ini ? Ia akan beroleh rahmat Allah S.W.T." "Saya, ya Rasulullah. Biarlah tamu itu menginap dirumahku saja." Salah satu diantara para sahabat Nabi itu menawarkan diri, yaitu orang Anshar.

Orang Anshar itu pulanglah. Sesampai dirumah ia menemui istrinya dan bertanya kepadanya tentang apa yang mereka miliki hari itu. "Ya, istriku. Tadi aku menyanggupi tawaran Rasulullah untuk menjamu tamunya yang sedang dalam kesulitan malam ini. Adakah makanan yang dapat kita jamukan untuk tamu kita itu ?"
"
Sesungguhnya yang kita miliki cuma nasi untuk anak kita saja. Kalau ini kita sajikan, maka anak kita tidak dapat makanan malam ini."
"
Kalau begitu bujuklah anak kita untuk segera tidur agar ia tidak merasa kelaparan."
"
Tapi bagaimana ya, Nasi itu tinggal sedikit saja, tidak cukup untuk berdua."
"
Begini saja, waktu tamu itu sudah datang, dan pada saat saya persilahkan makan, kamu pura - pura tidak sengaja mengibaskan lilin itu sehingga padam. Nanti, tamu itu kita persilahkan makan pada waktu gelap. Saya akan menemaninya sambil berpura - pura makan juga. Bila selesai ia makan, maka usahakan lilin sudah bisa dinyalakan."
"
Baiklah ya suamiku, aku akan melakukan hal yang seperti itu."

Pada waktu tamu itu datang, maka dilaksanakanlah sandiwara tersebut. Esok harinya ketika orang Anshar dan istrinya bertemu Nabi, sebelum sempat berkata apa - apa. Nabi langsung tersenyum sambil berkata kepda mereka, "Aku benar-benar kagum dan hormat terhadap usaha kalian berdua kepada tamumu semalam itu."

Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

 

Back To Top


KEUTAMAAN SHAHABAT ROSULULLAH

Bilal bin Robah
( Sahabat, wafat pada tahun 20 H, dalam usia 60 tahun )
Mu`adzin pertama yang selalu suci

Sebagai keturunan Afrika mewarisi warna kulit hitam, rambut keriting, dan postur tubuh yang tinggi. Khas orang Habasyah ( Ethiopia sekarang ). Bilal pada mulanya adalah budak milik Umayyah bin Kholaf, salah seorang bangsawan Makkah. Karena keislamannya diketahui tuanny, Bilal disiksa dengan amat keras, hinggga mengundang reaksi dari Abu Bakar yang kemudian membebaskannya dengan sejumlah tebusan. Karena tebusan ini, Bilal mendapat sebutan Maula Abu Bakar , atau orang yang dibeli untuk bebas oleh Abu Bakar, bukan untuk dijadikan budak kembali.

Muhammad bin Ibrahim at-Taimy meriwayatkan , suatu ketika Rasulullah wafat dan belum dikubur, Bilal mengumandangkan adzan. Saat Bilal menyeru : Asyhadu anna Muhammmadarrasulullah…., orang-orang yang ada dimasjid menangis. Tatkala Rasulullah telah dikubur, Abu Bakar berkata "Adzanlah wahai Bilal". Bilal menjawab, "Kalau engkau dahulu memebebaskanku demi kepentingannmu, aku akan laksanakan, Tapi jika demi Allah, maka biarkan aku memilih kemauanku." Abu Bakar berkata "Aku membebaskanmu hanya demi Allah'. Bilal berkata," Sungguh aku tak ingin adzan untuk seorang pun sepenimggal Rasulullah ". Kata Abu Bakar, "Kalau begitu terserah kau".

Zurr bin Hubaisy berkisah, Yang pertama menampakkan keislaman adalah Rasulullah, kemudian Abu Bakar, Ammar dan ibunya, Shuhaib, Bilal dan Miqdad. Rasulullah dilindungi pamannya, Abu Bakar dibela sukunya, Adapun yang lain orang-orang musyrik menyiksa mereka dengan memakai baju besi dibawah terik matahari. Dari semua itu yang paling terhinakan adalah Bilal karena paling lemah posisinya ditengah masyarakat.

Orang-orang musyrik menyerahkannya kepada anak-anak untuk diarak ramai-ramai dijalan-jalan Makkah. Ia tetap tegar dengan selalu menyatakan , Ahad…Ahad… Bilal mendapat pendidikan zuhud langsung dari Rasulullah. Suatu ketika Rasulullah dtang kepada Bilal yang disisinya ada seonggok kurma. Rasulullah : "Untuk apa ini, Bilal ?" Bilal, "Ya, Rasulullah aku mengumpulkannya sedikit demi sedikit untukmu dan untuk tamu-tamu yang datang kepadamu." Rasulullah, "Apakah kamu tak mengira itu mengandung asap neraka ?" Infakkanlah, jangan takut tidak mendapat jatah dari Pemilik Arsy."

Buraidah mengisahkan, suatu pagi Rasulullah memanggil Bilal, berkata , " Ya Bilal, dengan apa kamu mendahuluiku masuk syurga ? Aku mendengar gemerisikmu didepanku. Aku ditiap malam mendengar gemerisikmu." Jawab Bilal "Aku setiap berhadats langsung berwudhu dan sholat dua raka`at." Sabda Nabi S.A.W," Ya, dengan itu ".

Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Back To Top

 


Materi Ceramah Umum

 

SABTU , 22 JULI 2000

KH.DRS.DIDIN HAFIDHUDDIN
Di Masjid Darul Ma'arif

Kita sedang mengalami perubahan krisis dari ekonomi melebar kepada sosial dan budaya .
Banyak perilaku -perilaku yang baik , tidak pernah dilakukan oleh umat islam . kenyataan banyak perilaku -perilaku yang tidak baik malah dilakukan. Apabila ummat islam tidak melakukan Amar ma'ruf nahi mungkar , Alloh Swt akan menggantikan pemerintahan yang zholim dengan yang zholim pula . Namun orang yang melaksanakan Amar Ma'ruf nahi mungkar , Alloh akan memberi jalan bagi setiap persoalan yang dihadapinya.
Kita dituntut ukhuwah islamiyah agar tetap terpelihara sehingga mencintai saudaranya sesama muslim seperti mencintai diri kita sendiri.Kenyataan Ukhuwah islamiyah belum dapat terpelihara dengan apa yang diharapkan.
Langkah-langkah yang dapat mememelihara ukhuwah Islamiyah

  • Memakmurkan Masjid
    Suatu kaum dikatakan baik apabila jama'ah shubuh 1/3 jama'ah Jum'at ( Y.Qordawi). Shubuh dijadikan indikasi adanya peningkatan kualitas suatu kaum karena pada saat itu terjadi penggantian shift malaikat yang melaporkan kejadian pada saat itu.
  • Antara Komponen Ummat saling memelihara silahturahmi
    apalagi kenyataan bangsa ini sedang mengalami bencana seperti yang terjadi di lampung , sukabumi dll menjadi hikmah yang sangat berharga bagi bangsa ini.
    Rosululloh bersabda Ma'afkan orang yang bersalah , Tebarkan senyummu pada yang tak bersenyum dan berikanlah kepada yang tak memberi.
  • Menunaikan kewajiban seorang muslim.
    Kita dituntut sebagai seorang muslim agar tolong menolong dalam kebaikan dengan sesama atau non muslim.
    Jadikan Masjid sebagai sarana untuk penyebaran Zakat, infaq dan shodaqoh.
  • Melakukan Counter Attack terhadap informasi yang diterima.
    Apabila menerima informasi tentang aib, mengundang perpecahan terhadap sesama musalim hendaknya jangan diterima begitu saja namun harus dilakukan check balance.
  • Apabila terjadi Pertentangan maka lakukan Islah

Back To Top

 

 


Profil TokoH

 

Ibnu Sina
Bapak Kedokteran Dunia

Senin, 14 Agustus 2000 17:25:23
Oleh: Herry-Nurdi
eramoslemcom Avicenna, begitu orang-orang Barat memanggil dan menyebut Ibnu Sina, seorang tokoh Islam abad ke 10 yang terkenal dengan ilmu medis dan kedokterannya.

Jika orang-orang Barat mau jujur, tak lengkap referensi mereka tanpa menyebut Ibnu Sina. Ibnu Sina telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan ilmu kedokteran dunia.

Ibnu Sina pernah menulis sebuah buku dengan judul, Al Qanun fi al Tibb. Sebuah buku tentang ilmu kedokteran yang menjadi rujukan banyak ilmuwan. Orang Barat menyebut buku ini dengan sebutan "The Canon", entah karena kehebatan buku ini atau pindahan kata dari Al Qanun, tapi yang jelas, buku ini sangat dahsyat pada zamannya.

Abu Ali al Husain ibn Abdallah ibn Sina, itulah nama lengkap Ibnu Sina. Ia lahir di Afsana, sebuah kota kecil dekat dengan kota Bukhara, tempat asal ahli hadits ternama Bukhari, pada tahun 981. Ibnu Sina, saat berumur sepuluh tahun, ia sudah hafal AL Qur'an dan sudah pula belajar tentang ilmu kedokteran. Entah kenapa, banyak tokoh Islam ternama berhasil menghapalkan Al Qur'an saat usianya sepuluh tahun. Mungkin bagi mereka umur 10 tahun lebih penting posisinya ketimbang 17 tahun seperti saat ini. Karena saat sepuluh tahun itulah angka umur mereka bertambah satu digit lagi. mungkin sampai wafat nanti, umur mereka tak sampai bertambah satu digit lagi.

Tak hanya belajar ilmu kedokteran, di usianya yang masih sangat belia itu ia juga belajar tentang logika dari gurunya Abu Abdallah Natili, seorang filosof terkenal zaman itu. Ibnu Sina benar-benar mengagumkan, sangat muda, tapi sangat berbakat. Ia menunjukkan minat dan keahliannya di bidang-bidang yang ia tekuni. Seorang remaja dengan pengetahuan kedokteran yang tinggi serta kedalaman ilmu agama, begitu kalangan sekitar mengenal Ibnu Sina.

Pada saat usianya menginjak tujuh belas tahun, Allah memberinya jalan yang tak pernah ia duga sebelumnya. Ibnu Sina berhasil menyembuhkan penyakit raja Bukhara saat itu, Nooh ibn Mansoor. Ini benar-benar karomah Allah, sebab banyak tabib dan ahli tak berhasil meyembuhkan penyakit sang raja sebelumnya.

Sebagai penghargaan sang raja meminta Ibnu Sina menetap di istana, paling tidak untuk sementara selama sang raja dalam proses penyembuhan. Tapi Ibnu Sina menolaknya dengan halus, sebagai gantinya ia hanya meminta izin untuk mengunjungi sebuah perpustakaan kerajaan yang kuno dan antik. Siapa sangka, dari sanalah ilmunya yang luas ditambah lagi.

Ibnu Sina selain terkenal sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama dan kedokteran, ia juga ahli matematika. Tak hanya itu, ia pun seorang filosof sekaligus ahli di bidang astronomi, juga seorang pustakawan dan psikater yang handal.

Ibnu Sina juga terkenal sebagai seorang pengembara. Setelah kematian ayahnya ia mulai berkelana, menyebarkan ilmu dan mencari ilmu yang baru. Tempat pertama yang menjadi tujuannya setelah hari duka itu adalah Jurjan, sebuah kota di Timur Tengah. Di sinilah ia bertemu dengan seorang sastrawan dan ulama besar Abu Raihan Al Biruni. Al Biruni, adalah guru baru dengan ilmu yang baru pula bagi Ibnu Sina.

Setelah Jurjan dan Al Biruni, tak lama Ibnu Sina melanjutkan lagi Tour of Dutynya. Rayy dan Hamadan adalah kota selanjutnya, sebuah kota dimana karyanya yang spektakular The Canon mulai dituliskan. Di tempat ini pula Ibnu Sina banyak berjasa, terutama pada raja Hamadan. Seakan tak pernah lelah, ia melanjutkan lagi pengembaraannya, kali ini daerah Iran menjadi tujuannya. Di sepanjang jalan yang dilaluinya itu, banyak lahir karya-karya besar yang memberikan manfaat besar pada dunia ilmu kedokteran khususnya.

Tak berlebihan sebetulnya Ibnu Sina mendapat julukan Bapak Kedokteran Dunia. Karena selain perkembang dunia medis awal tak bisa terlepas dari nama besar Ibnu Sina, ia juga banyak menyumbangkan karya-karya orisinal dalam dunia kedokteran. Dalam The Canon misalnya, ia menulis eksiklopedi dengan jumlah jutaan item tentang pengobatan dan obat-obatan. Ia juga adalah orang yang memperkenalkan penyembuhan secara sistematis serta kontinyu, dan ini dijadikan rujukan selama tujuh abad lamanya. Begitulah contoh jika ilmu-ilmu Allah dipelajari dan diamalkan dengan benar.

Ibnu Sina pula yang mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh manusia secara lengkap untuk pertema kalinya. Dan dari sana ia berkesimpulan bahwa, setiap bagian tubuh manusia, dari ujung rambut hingga ujung kaki kuku saling berhubungan. Lebih khusus lagi, ia mengenalkan dunia kedokteran pada ilmu yang sekarang diberi nama pathology dan farma, yang menjadi bagian penting dari ilmu kedokteran.

Subhanallah, Ibnu Sina benar-benar luar biasa. Selain ilmu dan karya yang telah disebutkan di atas ternyata masih banyak lagi yang tersisa, dan semuanya penting serta vital pula. Ia adalah orang yang pertama kali merumuskan, bahwa kesehatan fisik dan kesehatan jiwa ada kaitan dan saling mendukung. Ia juga orang yang pertama kali mengatakan dan memisah-misah seluruh bagian dari mata. Maka kalau kita sekarang mengenal kornea, pupil, retina, lensa optik dan setiap bagian dari mata, seharusnya kita berterima kasih pada Ibnu Sina. Pendeknya, karya Ibnu Sina, The Canon telah menjadi "kitab suci" dalam dunia kedokteran sampai saat ini.

Selain The Canon, ada satu lagi kitab karya Ibnu Sina yang tak kalah dahsyatnya pula. Ibnu Sina's Kitab As Sifa, begitu judulnya. Sebuah kitab tentang cara-cara pengobatan sekaligus obatnya. Kita ini di dunia ilmu kedokteran menjadi semacam ensiklopedia filosopi dunia kedokteran. Dalam bahasan latin, kitab iin di kenal dengan nama "Sanatio".

Kini hampir sepuluh abad sudah Ibnu Sina meninggalkan kita, tapi ilmu dan karyanya sampai sekarang masih berguna. Kita generasi muda Islam, tak cukup hanya bangga mempunyai Ibnu Sina, tapi bagaimana kita menjadi Ibnu Sina muda yang jadi acuan dunia dan meninggikan kalimat ilahi.

Ibnu Sina memang telah meninggalkan kita sejak tahun 1073 lalu, di kota yang dicintainya, Hamadan. Tapi sebenarnya ia masih menemani dan membimbing kita, khususnya orang-orang yang menekuni dunia kedokteran. Kelak jika kita diberi kesempatan Allah berkunjung ke Paris, pasti kita akan temui foto Ibnu Sina terpampang dengan gagah di gedung fakultas kedokteran yang megah. Semoga Allah merahmatinya. (her/pay)

Back To Top

 

 


Sepenggal Kisah

 

 

Suatu sore, ditahun 1525. Penjara tempat tahanan orang-orang di situ terasa hening mencengkam. Jendral Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan.  

 Setiap sipir penjara membungkukkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu di hadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu 'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik Kristen itu akan mendarat di wajah mereka. Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara yang amat ia benci. "Hai...hentikan suara jelekmu! Hentikan...!" Teriak Roberto sekeras-kerannya sembari membelalakan mata. Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang. Dengan congak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala.  

 Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata Rabbi, wa ana 'abduka... Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustadz...InsyaALlah tempatmu di Syurga." Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, 'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya. Ia diperintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-keras hingga terjerembab di lantai. "Hai orang tua busuk! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu!  

 Ketahuilah orang tua dungu, bumi Sepanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan bapak kami, Tuhan Yesus. Anda telah membuat aku benci dan geram dengan 'suara-suara' yang seharusnya tak pernah terdengar lagi di sini. Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mau minta maaf dan masuk agama kami." Mendengar "khutbah" itu orang tua itu mendongakkan kepala, menatap Roberto dengan tatapan tajam dan dingin. Ia lalu berucap, "Sungguh...aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, ALlah. Bila kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh."  

 Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah. Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.  

 "Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!" bentak Roberto. "Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!"ucap sang ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu lars berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah.  

 Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.  

 Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung. "Ah...sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, aku pernah mengenal buku ini." suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu.  

 Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Sepanyol.  

 Akhirnya Roberto duduk disamping sang ustadz yang telah melepas nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam. Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak. Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto. Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini. Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara. Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.  

 Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua. Bocah mmungil itu mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi yang tak sudah bernyawa, sembari menggayuti abuyanya.  

 Sang bocah berkata dengan suara parau, "Ummi, ummi, mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa....? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi..."  

 Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya bocaah itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi...Abi...Abi..." Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.  

 "Hai...siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah. "Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi..." jawab sang bocah memohon belas kasih. "Hah...siapa namamu bocah, coba ulangi!" bentak salah seorang dari mereka.  

 "Saya Ahmad Izzah..." sang bocah kembali menjawab dengan agak grogi. Tiba-tiba "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah. "Hai bocah...! Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu.  

 Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu sekarang 'Adolf Roberto'...Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki-laki itu.  

 Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.  

 Roberto sedar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, "Abi...Abi...Abi..."  

 Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Fikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapanya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bahagian pusar.  

 Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, "Abi... aku masih ingat alif, ba, ta, tha..." Hanya sebatas kata itu yang masih terakam dalam benaknya.  

 Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyeksanya habis-habisan kini tengah memeluknya. "Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhi Abi, tunjukkan aku pada jalan itu..." Terdengar suara Roberto memelas.  

 Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, ditempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran ALlah.  

 Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap. "Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu,"  

 Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah "Asyahadu anla Illaaha ilALlah, wa asyahadu anna Muhammad Rasullullah...'. Beliau pergi dengan menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang dibumi yang fana ini.  

Kini Ahmah Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya, 'Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya..." Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy.  

Benarlah firman ALlah...  

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama ALlah, tetaplah atas fitrah ALlah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah ALlah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS>30:30)  

back to top

[Home] [sejarah] [Kegiatan] [Agenda] [risalah] [AD-ART] [Organisasi] [Links] [Gallery]

(c) Public Relation Departement , RISDAM , Agustus 2000