|
Nasehat Rasulullah SAW
Optimis
Rasa
bahagia dan sengsara, cemas dan tenang yang dialami seseorang, muncul
dari dirinya sendiri. Dirinya sendirilah yang memberi warna pada
kehidupannya, dengan warna cermelang dan bercahaya atau pudar dan
gelap. Rasulullah pernah membesuk seorang Arab dusun yang sedang
menderita demam tinggi. Beliau memegang tubuh orang itu, lalu menghiburnya,
“Semoga baik-baik saja …penyakitmu ini menjadi penawar dosamu.”
Tapi hiburan Rasulullah itu ternyata ditanggapi keliru oleh orang
tua tersebut. “Bagaimana ini dikatakan baik. Ini adalah demam yang
mendidih. Menimpa seorang tua yang renta dan akan menyeretnya ke
liang kubur,” katanya. Mendengar keluhan orang itu, Rasulullah mengatakan,
“Kalau begitu, yang begitulah jadinya.” Rasulullah
mulanya ingin mengajak orang tua itu memberi warna cemerlang dan
terang dalam diri orang tersebut, dengan memberi pandangan positif
terhadap penyakit yang dideritanya. Rasulullah ingin pandangan orang
tua itu berubah dan bisa memunculkan harapan yang lebih baik, di
balik penderitaannya. Karena memang, setiap masalah itu tunduk pada
anggapan atau opini yang bersangkutan. Anda bisa menjadikan suatu
masalah itu sebagai musibah terburuk yang sangat membuat gelisah
dan kesedihan mendalam. Anda juga bisa menjadikan masalah yang sama
sebagai pertanda kebaikan dan menggembirakan. Semua
kejadian dalam hidup tak pernah melampaui batas itu. Nilai suatu
pekerjaan, bahkan nilai si pekerja itu sendiri sangat berkaitan
erat dengan pikiran yang berputar di otak dan perasaan yang berkecamuk
dalam jiwanya. Rasulullah
bersabda, “Barangsiapa rela maka baginyalah kerelaan, dan barangsiapa
benci maka baginyalah kebencian.”
(HR. Turmudzi) Seorang
psikolog Barat, Dale Carnagie mengatakan, “Pikiran
kitalah yang membentuk pribadi kita. Arahkan pikiran kita pada faktor
utama yang menentukan perjalanan hidup kita.”
Jika
kita memikirkan kebahagiaan, kita akan bahagia. Kalau kita memikirkan
kesedihan, kita akan menjadi sedih. Kalau kita berpikir takut, maka
kita pun akan takut. Kalau kita berpikir sakit, kita juga akan menjadi
sakit. Dan seterusnya
back to
top
Jelajah
Islam
in USA
Di
daerah Silicon Valley (Santa Clara, San Jose) banyak bertumbuhan
masjid dan perkumpulan muslim. Telecom Valley di daerah Sonoma County
(meliputi Petaluma, Santa Rosa) sudah mulai muncul banyak muslim,
meskipun mayoritas imigran dari Pakistan dan Timur Tengah. Terdengar
di daerah Santa Clara masjidnya cukup besar dan terletak di kawasan
bisnis dunia (perlu diketahui daerah Silicon Valley ini salah satu
motor ristek Hi-Tech dan ekonomi dunia, di antara -nya terdapat
markas besar Intel, HP, Sun, Cisco, dsb.). Bahkan sempat muazzin
di masjid disana berazan di luar menggunakan speakar!. Luar biasa.
Perkembangan
Islam di Petaluma juga menunjukkan kemajuan. Di kota yang mulai
dikenal sebagai Telecommunication Valley dan "Silicon Valley
Kecil" ini sejumlah umat Islam sudah bersiap membangun masjid.
Saat ini sejumlah muslim disana mengadakan sholat Jumat rutin. Juga
telah berdiri sekolah dasar Islam. Pengajarnya adalah para profesional
engineer muda berasal dari Pakistan dan Timur Tengah. Berdasarkan
data di bawah, menunjukkan perkembangan jumlah muslim di USA adalah
nomor tiga terpesat di dunia. Nomor pertama adalah di Australia
(karena banyak imigran Indonesia dan negara lainnya). Nomor dua
adalah Eropa (terbanyak di Perancis). back to
top
Profil
Tokoh
IMAM MUSLIM
Ulama
dengan 300.000 hadits di kepalanya Keharuman namanya tak akan
pernah hilang sepanjang zaman. Dalam setiap ceramah,
hampir semua ustadz selalu mengutip karya-karyanya.Beliau adalah
ulama kenamaan, terutama dalam bidang dan ilmu
hadits. Nama lengkap berikut silsilahnya
adalah Imam Abu al-Husain Muslim bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi
al-Naisaburi. Lahir tahun 204 H/ 820 M atau menurut riwayat
lain 206 H/ 822 M. Beliau
dinisbahkan kepada nenek moyangnya, Qusyair bin Ka'ab bin Rabiah
bin Sha'sha'ah, suatu keluarga
bangsawan besar di wilayah Arab. Di samping (penisbahan)
kepada Qusyair, beliau juga dinisbahkan kepada Naisapur. Hal ini
karena beliau putera kelahiran Naisapur, yakni kota kecil di Iran
bagian timur laut. Pengembaraan•
Semenjak berusia kanak-kanak, Imam Muslim telah rajin menuntut
ilmu. Didukung kecerdasan luar biasa, kekuatan ingatan,kemauan yang
membaja,dan ketekunan yang mengagumkan, konon ketika berusia10 tahun,
beliau telah hafalan Al-Qur'an seutuhnya serta ribuan hadits berikut
sanadnya. Sungguh prestasi yang
teramat mengagumkan. Seperti
halnya Imam al-Bukhari, Imam Muslim juga mengadakan pengembaraan
intelektual ke berbagai negeri
Islam, seperti Hijaz, Iraq, Syam,Mesir, Baghdad,
dan lain-lain guna memburu hadits dan berguru pada ulama-ulama kenamaan.
Beliau telah mengunjungi hampir seluruh pusat pengkajian hadits
yang ada pada saat itu, bahkan
terkadang dilakukannya berkali-kali, seperti
ke Baghdad. Semua ini merupakan bukti konkret bahwa perhatian Imam
Muslim terhadap peninggalan
Nabi saw yang monumental ini sangat besar. Pengembaraan
perdananya dimulai ke Makkah pada tahun 220 H sekaligus menunaikan
ibadah haji. Kemudian pada tahun 230 H beliau melakuka pengembaraan
intelektual yang secara spesifik untuk kepentingan hadits.
Sedang lawatannya yang terakhir terjadi pada tahun 259 H ke Baghdad
saat usianya mencapai 53 tahun. Dalam pengembaraannya
itu, beliau tidak mengenal usia. Semenjak usia yang relatif
masih sangat muda sampai berusia senja, beliau tidak pernah
berhenti apalagi putus asa dalam pengembaraannya mengejar
dan memburu Hadits Nabi saw. Guru
dan muridnya Dalam
lawatan intelektualnya, Imam Muslim tercatat banyak mengunjungi
ulama - ulama kenamaan, tentunya dalam rangka mencari hadits.
Beliau berguru kepada Yahya dan Ishak bin Rahawaih di Khurasan,
Muhammad binMahran dan Abu Ghassan di Ray, Ahmad bin Hanbal dan
Abdullah bin Maslamah di Iraq, Said bin Manshur dan Abu Mas
Uab di Hijaz, Tamr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya di Mesir. Beliau
juga belajar dari Usman dan Abu Bakar (keduanya putra Abu Syaibah)
,Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil al-Jury, Zuhair bin Harb, Amr al-Naqid, Muhammad
bin al-Mutsanna, Muhammad bin Yasar, Harun bin Saidal-U Aili, Qutaibah
bin Sa'id, dan yang tak boleh terlupakan beliau juga berguru pada
Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Tidak sedikit para ulama
yang meriwayatkan hadits dari ImamMuslim. Di antaranya terdapat
ulama-ulama besar yang sederajat dengannya,seperti Abu Hafidh
al-Razi, Musa bin Harun, Ahmad bin Salamah, Abu Bakar bin Khuzaimah,
Yahya bin Said, Abu Tawwanah al-Ishfiroyini, dan Abu Isa al-Tirmidzi. Selain
ulama-ulama di atas, yang juga tercatat sebagai murid Imam Muslim
antara lain; Ahmad bin Mubarak al-Mustamli, Abu al-Abbas Muhammad
bin Ishak bin al-Siraj. Di antara sekian banyak muridnya itu,
yang paling istimewa adalah Ibrahim bin Muhammad bin
Sufyan, seorang ahli fiqih lagi zahid. Ia adalah perawat utama
kitab Shahih Muslim. Selain
karya besar Imam Muslim yang sangat monumental, yaitu kitab Shahi
Muslim, beliau juga tercatat mempunyai buah karya lebih
dari 20; antara lain: al-Ullal, al-Aqran, al-IntifaUbi
Uhub al-Siba, Kitab Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid, Aulad
al-Shahabah, Al-Musnad al-Kabir,Al-Thabaqat (Thabaqat al-Kubra),
Kitab al-Mukhadramin, Al- Jami Ual-Kabir, Kitab al-Tamyiz,
Kitab al-Asma wa al-Kuna, Kitab Su'alatihi Ahmad bin Hanbal, dan
sebagainya. Banyak
ulama yang memandang Imam Muslim sebagai ulama hadits nomor dua
setelah Imam al-Bukhari. Hal yang tidak mengherankan, mengingat
Imam Muslim merupakan murid Imam al-Bukhari. Al
Khatib al-Baghdadi mengatakan, Muslim telah mengikuti jejak al-Bukhari, memperhatikan
ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya. Pernyataan ini tidaklah
berarti Imam Muslim hanyalah figur yang hanya mampu bertaqlid pada
al-Bukhari, sebab Imam Muslim mempunyai ciri dan pandangan tersendiri
dalam menyusun kitabnya. Beliau juga mempunyai metode baru
yang belum pernah d iperkenalkan ulama sebelumnya. Imam
Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama Hadits
mau pun ulama lainnya. Al-Khatib al-Baghdadi meriwayatkan dengan
sanad lengkap dari Ahmad bin Salamah, katanya
“Saya melihat Abu Zur'ah dan Abu Hatim senantiasa mengistimewakan
dan mendahulukan Muslim bin al-Hajjaj di bidang pengetahuan
hadits sahih atas guru-guru mereka.” Ishaq bin Rahawaih pernah memuji
Imam Muslim dengan perkataannya “Adakah orang
yang seperti Muslim?” Demikian pula Ibn Abi Hatim menyatakan “Muslim
adalah seorang hafidh (ahli hadis). Saya menulis hadits yang
di terima dari dia di Ray.” Selanjutnya Abu Quraisy al-Hafidh
menyatakan bahwa didunia ini, orang yang benar-benar ahli di bidang
hadits hanya empat,salah satunya adalah Muslim. Tentunya,
yang dimaksud dengan pernyataan ini adalah ahli-ahli hadits
terkemuka yang hidup pada masa Abu Quraisy. Dengan
munculnya berbagai komentar dari para ulama terhadap kepakaran Imam
Muslim dalam disiplin ilmu Hadits ini, cukuplah kiranya
menjadi bukti awal bahwa beliau memang figur yang
pantas mendapat sanjungan yang demikian, dan tentunya
setelah al-Bukhari. Karya
monumental Sejarah
mencatat bahwa Imam Muslim merupakan ulama kedua yang berhasil menyusun
kitab al-Jami' al-shahih yang di kemudian hari terkenal dengan sebutan
Shahih Muslim. Kitab ini berisi 10.000 hadits yang disebutkan secara
berulang-ulang (mukarrar) atau sebanyak 3.030 buah hadits tanpa
pengulangan. Hadits sejumlah itu disaring dengan sangat ketat
dari 300.000 buah hadits selama kurun waktu 15 tahun. Berdasarkan
kualitas keshahihannya, para ulama memasukkan karya Imam Muslim
ini pada peringkat kedua setelah karya monumental Imamal-Bukhari
(Shahih al-Bukhari). Hal ini karena syarat yang ditetapkan
oleh Imam Muslim relatif lebih longgar daripada syarat yang
ditetapkan Imam al-Bukhari. Dalam persambungan sanad (ittisal
al-sanad) antara yang meriwayatkan (rawi) dengan yang menerimanya
(marwi'anhu) atauantara murid dan guru menurut Imam Muslim hanya
cukup syarat mu'asharah (semasa), tidak harus terjadi
liqa' (pertemuan) antara keduanya. Sementara
Imam Al-Bukhari mensyaratkan terjadinya liqa ' untuk menyatakan
terjadinya persambungan sanad. Shahih Muslim merupakan
hasil dari sebuah kehidupan yang penuh berkah. Pasalnya,
ia dikerjakan secara terus-menerus oleh penulisnya, baik ketika
berada di suatu tempat, dalam perjalanan pengembaraan, dalam
situasi sulit maupun lapang, serta melalui proses
pengumpulan, penghafalan, penulisan , dan penyaringan
yang ekstra ketat. Sehingga kitab ini sebagaimana Kita lihat
,merupakan sebuah kitab shahih yang teramat baik dan sistematis.
Oleh karena itu, tidak heran rasanya jika Imam Muslim sangat
menyanjung dan mengagungkan kitab monumentalnya. Sebagai
wujud kegembiraan atas karunia Allah yang diterimanya,
beliau pernah bertutur “Apabila penduduk bumi ini menulis
hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar
disekitar kitab musnad ini.” Maksud beliau adalah kitab Shahih
Muslim itu. Adapun ketelitian,kecermatan, dan kehati-hatian beliau
terhadap hadits yang dituangkan dalam kitab Shahih-nya itu
dapat disimak dari penuturan nya sebagai berikut: “Aku tidak
mencamtumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini melain kan dengan alasan.
Aku juga tiada menggugurkan sesuatu hadits dari kitabku ini melainkan
dengan alasan pula.” Spesifikasi
Shahih Muslim Secara
eksplisit, Imam Muslim tidak menegaskan syarat-syarat tertentu yang
diterapkan dalam kitab Shahih-nya.
Kendati demikian, para ulama telah menggali dan mengkaji syarat-syarat
itu melalui penelitian yang serius terhadap kitab itu. Penelitian
dan pengkajian ini membuahkankesimpulan bahwa syarat-syarat
yang diterapkan Imam Muslim dalam kitabShahih-nya adalah antara
lain: Pertama, beliau tidak meriwayatkan hadits kecuali
dari para periwayat yang adil, dlabith (kuat hafalan), dan
dapat pertanggung jawabkan kejujurannya. Kedua,beliau
sama sekali tidak meriwayatkan hadits kecuali hadits-hadits musnad
(lengkap dengan sanad-nya), muttashil (sanad-nya bersambung),
dan marfu' (berasal dari Nabi saw). Keterangan
Imam Muslim dalam muqaddimah kitab Shahih-nya akan lebih memberikan
gambaran yang cukup jelas kepada kita mengenaisyarat-syarat yang
diterapkan Imam Muslim dalam karya besarnya. Beliau
mengklasifikasikan hadits menjadi tiga katagori :hadits -hadits
yang diriwayatkan oleh rawi adil dan kuat hafalan; hadits-hadits
yang diriwayatkan oleh rawi yang tidak diketahui keadaannya
(majhul al-hal) dan sedang-sedang saja kekuatan hafalan dan
ingatannya; hadits-hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang
lemah (hafalan dan ingatan) dan rawi yang haditsnya
ditinggalkan orang . Untuk
hadits katagori ketiga, Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitab
Shahih -nya. Sementara apabila Imam Muslim meriwayatkan hadits katagori
pertama, beliau senantiasa menyertakan pula hadits katagori
kedua. Sebagai buah karya yang monumental, kitab Shahih
Muslim memiliki beberapa ciri khusus, di antaranya;
beliau menghimpun matan-matan hadits yang s atu tema
lengkap dengan sanad-nya pada satu tempat (bab), tidak memisahkannya
dalam tempat yang berbeda, serta tidak mengulang - ulangnya,
kecuali dalam kondisi yang mengharuskan, seperti untuk
menambah faedah padasanad atau matan hadits.
Ketelitian dan kecermatan dalam menyampaikan
kata-kata selalu dipertahankannya secara optimal, sehingga
apabila seorang rawi berbeda dengan rawi lain dalam
penggunaan redaksi yang berbeda, padaha lmakna (substansi)
dan tujuannya sama —yang satu meriwayatkan dengansuatu redaksi
dan rawi lain meriwayatkan dengan redaksi yang lain pula—maka dalam
hal ini Imam Muslim menjelaskannya. Selain itu, beliau berusaha
Menampilkan hadits-hadits musnad (hadits yang
sanad-nya Muttashil) dan marfu' (hadits yang dinisbahkan kepada
Nabi saw). Karenanya,beliau tidak memasukkan
perkataan-perkataan sahabat dan tabiin. Imam Muslim juga tidak
banyak meriwayatkan hadits muallaq (hadits yang sanad-nya
tidak ditulis secara lengkap). Di dalam kitab Shahih-nya hanya memuat
12 Hadis muallaq yang kesemuanya difungsikan sebagai mutabi' atau
penguat, bukan sebagai hadits utama (inti).
Begitulah, akhirnya setelah
mencapai usia 55 tahun, Imam Muslim Menghembuskan nafas yang terakhir
pada Ahad sore, 25 Rajab 261 H. Jenazahnya dikebumikan di
salah satu daerah di luar Naisapur pada hari Senin. Inna
lillahi wa inna ilaihi raajiun. Semoga Allah merahmati dan meridhainya,
serta menerima jerih payahnya dalam menyebar luas- kan ilmu-ilmu
keislaman. Amin.
Ali
Mustofa Yaqub, Pengasuh Pesantren Darus-Sunnah, Guru
besar Ilmu Hadis Institut Ilmu Al-Qur'an
(IIQ) Jakarta
back to
top
Al Qur'an ini tidak dapat diungkap rahasia-rahasianya
kecuali oleh orang-orang yang menjadikannya ajaran pertempuran dan
berjihad dengan jihad dan besar. Mereka sajalah yang hidup dalam
suasana itu, yang turun kepadanya Al Qur'an, karena mereka menyadari
dirinya berdialog langsung dengan Al Qur'an sebagaimana Al
Qur'an berdialog dengan orang-orang terdahulu (al-awwalun) (
Asy Syahid Sayyid Quthub )
back to
top
[Home]
[sejarah]
[Kegiatan]
[Agenda]
[risalah] [AD-ART]
[Organisasi]
[Links]
[Gallery]
Copyright (c) 1421 H, Remaja
Islam Darul Ma'arif ( RISDAM ) . All rights reserved.
|